Jika pengambilan sampel tidak memenuhi kesesuaian terhadap kaidah-kaidah yang berlaku, maka langkah selanjutnya berupa pengawetan, transportasi, penyimpanan, preparasi, maupun pengujian di laboratorium akan sia-sia serta membuang waktu dan biaya. Filosofi jaminan mutu mempunyai makna bahwa setiap tahapan kegiatan tidak asal betul saja melainkan harus betul sejak awal diterapkan pada setiap proses, mulai perencanaan pengambilan sampel sampai penyusunan laporan pengujian termasuk interpretasi data hasil pengujian. Gambar 1.1 menjelaskan diagram alir perencanaan pengambilan sampel dalam pengujian parameter lingkungan yang harus dilakukan.
Untuk
mendapatkan validitas data pengujian parameter kualitas lingkungan yang dapat
dipercaya sesuai tujuan yang diharapkan, beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan dalam pengambilan sampel lingkungan, antara lain:
1. Lokasi dan titik
pengambilan sampel
Dimana kita seharusnya mengambil sampel lingkungan yang dapat
menggambarkan kondisi sesungguhnya pada daerah dan waktu tertentu? Pertanyaan
sederhana ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan sampel yang
representatif. Sebenarnya, tidak ada aturan yang pasti kecuali sejumlah panduan
dalam pengertian “Lakukan” dan “Jangan Lakukan”. Sebelum menentukan lokasi dan
titik pengambilan sampel lingkungan, maka perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a)
apa tujuan pengambilan sampel
yang akan dilakukan?;
b) adakah suatu
lokasi dan titik yang telah ditentukan berdasarkan persyaratan legal atau
ketentuan yang berlaku? Hal ini berkaitan dengan persyaratan perijinan,
misalnya untuk rencana pengelolaan lingkungan (RKL) atau rencana pemantauan
lingkungan (RPL) dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL);
c) apakah
lokasi dan titik pengambilan sampel dapat mewakili kondisi yang sebenarnya?;
d) parameter
apa yang akan dianalisis pada lokasi dan titik pengambilan sampel tersebut?;
e) bagaimana
lokasi dan titik pengambilan sampel dapat diketahui serta memastikan bahwa
petugas pengambil sampel dapat kembali ke lokasi dan titik yang sama, atau
mengarahkan orang lain ke lokasi dan titik tersebut? Hal ini umumnya diperlukan
untuk program pemantauan lingkungan sehingga dapat diketahui kualitas
lingkungan pada daerah dan periode waktu tertentu;
f) apa yang
harus direkam untuk menunjukkan mengapa lokasi dan titik tersebut dapat atau tidak
dapat mewakili?
Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel lingkungan akan
berhasil dengan baik apabila fasilitas untuk menuju ke lokasi dan aksesibilitas
ke titik pengambilan sampel memadai. Pengambilan sampel air sungai dari
jembatan lebih mudah dilaksanakan dan titik pengambilan sampel dapat
diidentifikasi secara pasti. Sedangkan untuk pengambilan sampel air laut,
fasilitas yang diperlukan untuk menuju ke lokasi dan titik pengambilan sampel
adalah kapal dan Global Positioning System (GPS) untuk menunjukkan
ordinat titik pengambilan sampel. Adapun tangga dan peralatan keselamatan kerja
merupakan fasilitas yang harus disediakan dalam pengambilan sampel emisi dari
cerobong industri.
2. Parameter kualitas
lingkungan
Parameter kualitas lingkungan dikelompokkan menjadi parameter primer
dan sekunder. Parameter primer merupakan senyawa kimia yang masuk ke lingkungan
tanpa adanya interaksi dengan senyawa lain misalnya pestisida, ataupun logam
berat. Sedangkan parameter sekunder adalah parameter yang terbentuk akibat
adanya interaksi, transformasi, atau reaksi kimia antar parameter primer
menjadi senyawa lain. Misalnya, pembentukan hujan asam yang merubah sulfur
dioksida (SO2) menjadi asam sulfat (H2SO4)
karena adanya uap air (H2O) di atmosfir. Sampel parameter sekunder
lain adalah pembentukan ozon (O3) dari oksida nitrogen (NOx)
akibat sinar ultra violet yang cukup dari sinar matahari.
Selain itu, dalam pengambilan sampel lingkungan dikenal istilah
parameter kunci. Parameter kunci adalah parameter lingkungan yang dapat
mewakili kondisi kualitas lingkungan. Sebagai gambaran penentuan parameter
kunci untuk mengetahui kualitas air limbah adalah suhu (0C), daya
hantar listrik (DHL), derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), kebutuhan
oksigen secara kimiawi (COD), kebutuhan oksigen secara biologi (BOD), maupun
senyawa anion dan kation yang dominan.
Penentuan parameter kualitas lingkungan akan sangat tergantung pada
persyaratan baku
mutu lingkungan dalam peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup
yang berlaku serta tujuan dari pengambilan sampel yang ditetapkan. Sebagai
ilustrasi, parameter yang harus diuji dalam pengujian kualitas air minum akan
berbeda dengan pengujian air limbah. Dengan mengetahui parameter yang akan
diuji, maka petugas pengambil sampel dapat mempertimbangkan jumlah minimum
volume dan jenis pengawetan serta penanganan sampel yang harus dilakukan.
Selain pelaksanaan pengambilan sampel yang akan diuji di
laboratorium, petugas pengambil sampel harus melakukan pengukuran lapangan.
Pengukuran lapangan harus ditujukan kepada faktor-faktor yang dapat memastikan
validitas hasil pengujian (ISO/IEC 17025: 2005). Pada saat melakukan
pengambilan sampel air sungai, maka hal-hal yang perlu diukur di tempat
pengambilan sampel adalah pH, suhu, DO, DHL, kekeruhan, debit serta cuaca dan
kondisi setempat. Pengukuran parameter lapangan sedapat mungkin langsung diukur
di dalam badan air, namun apabila tidak memungkinkan dapat diukur dalam wadah
yang sesuai dalam waktu yang sesegera mungkin. Sedangkan untuk pengambilan sampel
udara ambien adalah kecepatan angin, arah angin, suhu dan kelembaban serta
kecepatan alir pompa penghisap udara. Pengukuran parameter lapangan ini akan
sangat berguna sebagai bahan interpretasi data hasil pengujian di laboratorium.
3. Ukuran, jumlah dan volume
sampel
Ukuran, jumlah dan volume sampel yang harus diambil dalam
pemgambilan sampel lingkungan sangat tergantung kepada parameter yang akan
diuji, metode pengujian yang digunakan, dan distribusi polutan di lingkungan. Apabila
sampel yang diambil berlebihan, maka akan menambah biaya pengambilan sampel,
transportasi, wadah, bahan pengawet, dan pengolahan sisa sampel setelah
pengujian di laboratorium. Namun sebaliknya, jumlah sampel yang terlalu sedikit
akan menimbulkan permasalahan dalam pengujian ketika melakukan replikasi maupun
pembuatan arsip sampel (retained sample) yang disimpan di laboratorium.
Arsip sampel adalah sampel yang disimpan di laboratorium sedemikian rupa
sehingga kondisi dan keutuhannya terpelihara dalam waktu tertentu untuk
keperluan pengujian ulang, apabila diperlukan.
Untuk mengetahui berapa ukuran, jumlah dan volume sampel yang harus
diambil, maka petugas pengambil sampel lingkungan harus mempertimbangkan dengan
seksama kebutuhan sampel yang disyaratkan dalam metode pengujian yang
digunakan. Kebutuhan sampel tersebut meliputi
kebutuhan pengendalian mutu internal yaitu pengujian secara simplo dan duplo
untuk penentuan presisi serta pengujian secara spike untuk penentuan akurasi. Selain itu, bila memungkinkan
kebutuhan arsip sampel yang harus disimpan di laboratorium dalam periode waktu
tertentu juga harus dipertimbangkan.
4. Homogenitas sampel
Homogenitas didefinisikan sebagai sesuatu yang mempunyai komposisi
yang sama pada setiap titik dan setiap saat (Kateman, & Buydens, 1993).
Dari definisi tersebut sangat sulit diperoleh sampel lingkungan yang
benar-benar homogen. Umumnya petugas pengambil sampel lingkungan menggunakan
asumsi untuk mendapatkan homogenitas sampel lingkungan. Asumsi yang digunakan
berdasarkan pada intuitive atau technical judgment yang dimiliki
oleh petugas pengambilan sampel lingkungan yang kompeten.
Homogenitas sampel memegang peranan penting dalam pengambilan sampel
lingkungan. Sampel yang diambil dari media lingkungan yang homogen diharapkan
dapat mewakili kondisi kualitas lingkungan yang sesungguhnya. Pada dasarnya, sampel
yang masih heterogen dapat digerus, digiling, diaduk, disaring, atau dilakukan
proses fisika lainnya untuk mendapatkan sampel yang homogen. Hasil dari perlakukan
ini disebut sampel uji dan ukurannya akan ditentukan berdasarkan parameter uji,
sensitivitas metode, dan kemampuan peralatan yang digunakan untuk pengujian.
Sebagai gambaran adalah pengambilan sampel dengan tujuan untuk pengujian
mineral dari batuan, maka homogenitas dapat dicapai dengan melakukan penggerusan
dan pengayakan untuk memperoleh ukuran tertentu sebelum dilakukan pengujian.
Bagaimana dengan homogenitas sampel lingkungan khususnya air, udara
ataupun tanah? Homogenitas sampel lingkungan sangat tergantung pada distribusi
analit dalam media yang ada. Selain itu, faktor lingkungan misalnya: suhu,
kelembaban, arah angin, kecepatan alir sungai, komposisi kimia tanah juga
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap distribusi analit di media lingkungan.
Apabila sampel dari media lingkungan yang akan diambil menunjukkan keseragaman
secara visual, maka pengambilan sampel sesaat (grab sample) dapat
dilakukan dengan asumsi bahwa sampel lingkungan yang tersebut cukup homogen.
Namun jika secara visual menunjukkan ketidakseragaman, maka pengambilan sampel
gabungan (composite sample) atau sampel terpadu (integrated sample)
harus dilakukan.
Pengambilan sampel gabungan maupun terpadu merupakan usaha yang
harus dilakukan oleh petugas pengambil sampel untuk mendapatkan sampel sehomogen
mungkin sehingga dapat mewakili kondisi kualitas lingkungan yang sesungguhnya.
Selain itu, duplikasi ataupun analisis sampel uji terbelah (split sample)
dapat menunjukkan homogenitas dari sampel gabungan atau sampel terpadu (Bourke,
dkk, 1988).
5. Jumlah titik
pengambilan sampel
Penetapan titik pengambilan sampel merupakan hal yang sangat
menentukan representatif tidaknya suatu sampel lingkungan. Adapun jumlah titik
pengambilan sampel lingkungan umumnya sangat tergantung pada biaya, masalah yang dihadapi dan tujuan yang
ditetapkan. Jumlah titik pengambilan sampel akan berbeda pada pengambilan sampel
air, udara, maupun tanah. Untuk pengambilan sampel air sungai, tidak hanya
tergantung pada lebar dan panjangnya sungai tetapi juga kedalaman dan debit
sungai serta karakteristik polutan dalam air sungai. Sedangkan untuk
pengambilan sampel emisi dari cerobong industri, jumlah titik pengambilan sampel
sangat ditentukan oleh diameter ekivalen dan tinggi cerobong.
Jumlah titik pengambilan sampel yang ditentukan akan sangat
mempengaruhi biaya yang dibutuhkan. Namun dalam hal pengawasan dan penegakan
hukum lingkungan, biaya seharusnya bukan merupakan kendala sehingga data yang
dihasilkan valid dan dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.
6. Saat yang tepat, lama
dan frekuensi pengambilan sampel
Kapan seharusnya pengambilan sampel lingkungan dilakukan sehingga
diperoleh sampel yang dapat mewakili kondisi kualitas lingkungan? Tidak ada
suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur kapan pengambilan sampel
lingkungan. Umumnya, pendekatan yang digunakan dalam menentukan kapan pengambilan
sampel lingkungan dilakukan adalah saat media lingkungan yang akan diambil
diasumsikan cukup homogen atau konstan sehingga dapat mewakili kondisi yang
dipersyaratkan. Homogenitas media lingkungan akan sangat tergantung pada
situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Pengambilan sampel air sungai tidak
mungkin dilakukan pada saat turun hujan deras karena terjadi pengenceran
terhadap air sungai tersebut oleh air hujan sehingga tidak menggambarkan
kondisi kualitas air sungai yang sesungguhnya. Namun sebaliknya, saat turun
hujan merupakan waktu yang tepat untuk pengambilan sampel hujan asam.
Waktu pengambilan sampel effluen industri sangat tergantung pada
saat produksi berjalan normal dan instalasi pengolahan air limbah berjalan
optimal. Sedangkan pengambilan sampel partikulat dalam cerobong gas buang yang
diemisikan dari sumber tidak bergerak dilakukan pada keadaan isokinetik, yaitu
saat kecepatan linier gas yang masuk ke dalam nosel pengambil sampel sama
dengan kecepatan linier gas pada titik pengambilan sampel dalam cerobong.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka waktu pengambilan sampel
lingkungan yang tepat adalah saat jam kerja.
Adapun lama pengambilan sampel untuk air permukaan atau air limbah
ditentukan oleh cara pengambilan sampel yang digunakan. Lamanya waktu yang
dibutuhkan pengambilan sampel sesaat akan berbeda dengan sampel gabungan waktu.
Pengambilan sampel air dapat dilakukan dengan cara gabungan waktu 2 jam (the
two-hour mixed sample), 6 jam atau 12 jam tergantung dari tujuan yang
ditentukan. Sedangkan pengambilan sampel ambien ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang berlaku. Sebagai gambaran waktu
yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel NO2 adalah 1 jam, 24 jam
atau 1 tahun tergantung tujuannya. Penentuan lamanya pengambilan sampel udara
ambien berhubungan dengan pengaruh terhadap kesehatan manusia.
Apabila diperlukan, pemantauan kualitas lingkungan dapat dilakukan
secara terus menerus (continuous). Hal ini akan sangat tergantung pada
peralatan yang dimiliki baik untuk sistem pemantauan kualitas udara maupun air.
Data yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi kualitas lingkungan setiap saat
dan kecenderungan adanya suatu pencemaran yang terjadi dapat diantisipasi serta
pengendalian dini dapat dilakukan.
Data hasil pengujian dari pengambilan sampel sesaat (one-shot or
single period sampling)
tidak dapat diharapkan mewakili kondisi kualitas lingkungan. Untuk mendapatkan
kualitas lingkungan pada periode waktu tertentu maka harus dilakukan
pengambilan sampel lebih dari sekali pada lokasi dan titik pengambilan sampel
dengan parameter yang sama. Frekuensi pengambilan sampel lingkungan sangat ditentukan
oleh peraturatan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang berlaku
(Hoffmann, 1988; Cowgill, 1988). Apabila dalam peraturan perundang-undangan
dinyatakan bahwa setiap 3 (tiga) bulan sekali industri harus melaporkan
kualitas air limbah ke instansi yang berwenang, maka dalam hal ini frekuensi
pengambilan sampel dilakukan setiap 3 (tiga) bulan. Namun, hal ini bukan
berarti kualitas air limbah hanya dipantau setiap 3 (tiga) bulan sekali
sedangkan waktu-waktu lainnya tidak dilakukan pemantauan. Pihak industri dapat
melakukan pengambilan sampel secara bulanan, mingguan, atau bahkan harian dalam
rangka pemantauan kualitas air limbah maupun untuk mengetahui efisiensi
instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Data hasil pengujian yang diperoleh
dapat digunakan untuk peningkatan efisiensi instalasi pengolahan air limbah
maupun evaluasi kinerja produksi. Hal ini disebabkan jumlah limbah yang
dihasilkan dapat mencerminkan efektifitas maupun efisiensi produksi yang sedang
berlangsung.
Selain ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
frekuensi pengambilan sampel juga ditentukan beberapa kriteria antara lain:
tingkat bahaya polutan, faktor resiko dan dampak ke lingkungan maupun manusia.
Untuk mengetahui kecenderungan perubahan kualitas lingkungan di suatu daerah
pada periode waktu tertentu maka frekuensi pengambilan sampel disesuaikan
dengan kebutuhan. Dengan demikian, optimalisasi frekuensi pengambilan sampel
lingkungan sangat ditentukan oleh peraturan, tujuan, program ataupun biaya yang
tersedia (Keith, 1990).
0 komentar:
Post a Comment