1. Tujuan Pengendalian Mutu Internal
Tujuan pengendalian mutu internal adalah untuk
memastikan bahwa tahapan proses pengujian dapat berjalan secara efektif dan
efisien dengan cara mengendalikan ketidaksesuaian yang mungkin terjadi.
Ketidaksesuaian yang harus dihindari dalam pengujian, antara lain:
a)
pengoperasian
peralatan yang tidak sesuai dengan instruksi kerja;
b)
peralatan
ukur tidak dilakukan kalibrasi dan/atau uji kinerja;
c)
penerapan
metode pengujian termasuk preparasi yang kurang tepat;
d)
kondisi
akomodasi dan lingkungan pengujian yang kurang memadai;
e)
analis
yang kurang kompeten; dan
f)
penggunaan
bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
Bila ketidaksesuaian ditemukan dalam tahapan
proses pengujian maka tindakan perbaikan harus segera mungkin dilakukan melalui
suatu penyelidikan untuk menentukan akar penyebab permasalahan berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan, antara lain, dibawah ini:
a)
ketidaksesuaian apa yang telah dibuat?
b)
dimana ketidaksesuaian tersebut
terjadi?
c)
kapan ketidaksesuaian tersebut
terjadi?
d)
siapa yang telah melakukan ketidaksesuaian
tersebut?
e)
mengapa ketidaksesuaian tersebut
terjadi?
Tindakan perbaikan yang tepat dan
tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindari terulangnya kembali ketidaksesuaian
yang serupa. Untuk mengidentifikasi dan mencari akar permasalahan yang terjadi,
analis laboratorium harus merekam data hasil pengujian sedemikian rupa sehingga
semua kecenderungan dapat dideteksi. Sedangkan penyelia laboratorium melakukan
pengawasan penerapan pengendalian mutu internal yang dilakukan oleh analis
laboratorium dengan cara memverifikasi terhadap data hasil pengendalian mutu
sebelum diubah ke dalam bentuk format laporan pengujian.
2. Pengendalian
Mutu Non-numerical
Pengendalian mutu non-numerical merupakan pemeriksaan sistem manajemen mutu secara
menyeluruh melalui pendekatan a hazard
analysis. Setiap tahapan yang relevan dalam proses pengujian harus diidentifikasi
sumber-sumber penyebab yang memungkinkan timbulnya bahaya dan harus
diidentifikasi kemungkinan pengendaliannya serta mendeteksi atau mencegah serta
mengurangi terulangnya kembali. Setelah didapatkan cara pengendalian yang baik
untuk dapat diterapkan dengan didasarkan efektifitas dan efisien, maka
pengendalian tersebut harus diterapkan dan melakukan pelatihan bagi personil
terkait. Seluruh rekaman pengendalian mutu non-numerical
harus dipelihara.
Secara umum, pengendalian mutu non-numerical meliputi, antara lain:
a)
audit
internal;
b)
penyeliaan;
c)
pengendalian
identitas dan keutuhan data;
d) verifikasi dan
validasi data hasil pengujian
CATATAN 1: verifikasi data adalah konfirmasi melalui pengujian
dan pengadaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu terkait dengan data hasil pengujian dipenuhi. Misalnya, pemeriksaan
batas keberterimaan persyaratan yang ditetapkan, pemeriksaan memasukkan data,
pemeriksaan kesalahan pengetikan, pemeriksaan terhadap perhitungan dan
pemindahan data.
CATATAN 2: validasi data adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti
objektif bahwa persyaratan tertentu untuk
suatu maksud khusus terkait dengan data hasil pengujian dipenuhi.
e) memantau unjuk
kerja peralatan dan kalibrasi;
f) pemantauan
kondisi akomodasi dan lingkungan pengujian; dan
g) pemeriksaan
tanggal kedaluarsa bahan habis pakai dan bahan kimia.
3. Pengendalian Mutu
Numerical
3.1. Pengendalian mutu numerical secara internal
1) Keteraturan penggunaan bahan acuan bersertifikat dan/atau pengendalian mutu
internal menggunakan bahan acuan sekunder
Bahan acuan (reference
material) yaitu suatu bahan atau zat yang salah satu atau lebih
sifat-sifatnya telah diukur dan diperoleh datanya akurat. Sedangkan bahan acuan
bersertifikat (certified reference
material, CRM) adalah suatu bahan acuan yang salah satu atau lebih
sifat-sifatnya, diberi sertifikat dengan prosedur teknis yang baku, disertai
dengan atau dapat ditelusuri ke suatu sertifikat atau dokumen lain yang
diterbitkan oleh badan sertifikasi. Keteraturan penggunaan bahan acuan
bersertifikat oleh personil yang berwenang antara lain, untuk:
a) pengendalian mutu internal yang meliputi,
antara lain uji perolehan kembali (recovery
test, %R) yaitu untuk mengetahui tingkat akurasi seluruh proses tahapan
pengujian dan uji linearitas kurva kalibrasi untuk mengetahui bias dari kemiringan (slope) maupun intercept-nya;
b) kalibrasi peralatan instrumen yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi peralatan serta jaminan
ketertelusuran pengukuran;
c) pengecekan antara untuk memelihara
kepercayaan pada status kalibrasi; dan
d)
validasi atau verifikasi metode
pengujian;
2) Replika pengujian menggunakan metode yang sama atau berbeda
Untuk mengetahui tingkat presisi suatu hasil pengujian maka harus
dilakukan replika pengujian
menggunakan metode yang sama atau berbeda. Ketika replika dilakukan untuk
mengetahui kedekatan antara hasil-hasil pengujian yang berurutan untuk besaran
ukur yang sama yang dilakukan pada kondisi yang sama disebut repitabilitas atau
daya ulang (repeatability). Repitabilitas bertujuan untuk melihat konsistensi analis, kestabilan
peralatan ukur, dan kesesuaian metode pengujian dengan contoh uji. Selain itu,
repitabilitas juga dapat untuk mengukur keragaman nilai hasil pengujian yang
dilakukan. Semakin kecil prosentase repitablitas yang dihasilkan dari
pengulangan pengujian maka hasil pengujian tersebut memiliki tingkat presisi
yang semakin baik. Adapun batasan repitabilitas sangat tergantung dari jenis
pengujian dan kompleksitas metode pengujian yang digunakan.
3) Pengujian ulang atas contoh uji yang masih ada
Pada saat penerimaan contoh uji, petugas penerima contoh
uji meminta pelanggan agar jumlah contoh uji yang diuji mencukupi untuk
keperluan pengujian serta kebutuhan arsip contoh uji (retained sample). Jika jumlah contoh uji melebihi keperluan tersebut,
maka sisa contoh uji dikembalikan kepada pelanggan, bila memungkinkan. Pengujian
terhadap arsip contoh uji dilakukan untuk keperluan penyelesaian pengaduan,
adanya keraguan terhadap hasil pengujian, atau keperluan lain untuk kepentingan
laboratorium maupun pelanggan. Arsip contoh uji adalah bagian dari contoh (sub-sample) yang disimpan di
laboratorium sedemikian rupa sehingga kondisi dan keutuhannya terpelihara dalam
waktu tertentu sesuai dengan jenis contoh uji berdasarkan masa simpannya (holding time).
4) Korelasi hasil untuk karakteristik
yang berbeda dari suatu contoh uji
Ketika melakukan suatu pengujian terhadap contoh
uji dengan beberapa parameter, maka korelasi antara hasil pengujian parameter
satu dengan parameter lainnya harus diverifikasi. Bila ditemukan adanya
hubungan yang tidak lazim maka penyelia laboratorium atau manajer teknis
melakukan ketertelusuran pengujian, dokumen maupun rekaman.
CATATAN: sebagai contoh, ketika melakukan pengujian air
sungai untuk parameter BOD (Biological
Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen
Demand) dan TOC (Total organic carbon)
maka secara umum hasil yang diperoleh adalah COD>BOD>TOC. Jika ditemukan
korelasi yang tidak biasanya maka semua rekaman data pengujian BOD, COD dan TOC
harus diperiksa dan dilakukan pengujian ulang untuk parameter yang tidak
memenuhi batas keberterimaan pengendalian mutu.
3.2. Pengendalian
mutu numerical secara eksternal
1) Partisipasi
dalam uji banding antar laboratorium atau program uji profisiensi
Kompetensi suatu laboratorium dapat dievaluasi oleh badan akreditasi melalui asesmen laboratorium. Secara teknis kompetensi laboratorium dapat juga diukur dengan keikutsertaannya dalam uji banding antar
laboratorium atau program uji profisiensi. Uji banding antar laboratorium adalah pengelolaan, unjuk kerja dan
evaluasi pengujian atas bahan yang sama atau serupa oleh dua atau lebih
laboratorium yang berbeda sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan terlebih
dahulu. Sedangkan uji profisiensi
merupakan salah satu cara untuk mengetahui unjuk kerja laboratorium
pengujian dengan cara uji banding antar laboratorium. Secara umum uji banding
antar laboratorium atau uji profisiensi dilakukan oleh laboratorium minimal
sekali dalam setahun untuk semua paramater sesuai ruang lingkup pengujian, bila
memungkinkan.
Selain bertujuan untuk
pengendalian mutu terkait dengan pemantauan keabsahan pengujian yang dilakukan,
uji banding antar laboratorium dapat dilaksanakan, ketika:
a) penentuan unjuk kerja laboratorium secara
menyeluruh sehubungan dengan persyaratan akreditasi;
b) penentuan validasi metode
pengujian;
c) kalibrasi tidak dapat
sepenuhnya dilaksanakan dalam satuan sistem internasional;
d)
penentuan nilai in-house
reference materials;
e)
penentuan kompetensi personil
laboratorium; dan
f) memberikan kepercayaan kepada
pelanggan atas kompetensi laboratorium berkaitan dengan adanya pengaduan.
Apabila suatu laboratorium berpartisipasi dalam uji banding antar
laboratorium atau program uji profisiensi, maka harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a)
pihak penyelenggara harus
kompeten dalam menyelenggarakan uji banding antar laboratorium atau program uji
profisiensi;
b)
sebelum memutuskan untuk
berpartisipasi dalam uji banding antar laboratorium atau program uji
profisiensi, laboratorium harus melakukan kaji ulang terhadap sumber daya dan
kompetensi pengujian sesuai parameter yang ditentukan oleh pihak penyelenggara;
c) bila pihak laboratorium
memutuskan ikut berpartisipasi dalam uji banding atau program uji profisiensi,
maka manajer teknis memastikan bahwa:
i. kondisi akomodasi
dan lingkungan pengujian harus dapat memfasilitasi kebenaran unjuk kerja
pengujian;
ii. metode
yang digunakan harus merupakan metode standar terverifikasi atau metode
non-standar tervalidasi;
iii. peralatan
dalam keadaan terkalibrasi atau laik pakai; dan
iv. contoh uji
banding diuji oleh penyelia atau analis senior dibawah pengawasan manajer
teknis.
d.laboratorium
harus mengikuti seluruh ketentuan yang dipersyaratkan oleh pihak penyelenggara.
Bila hasil uji banding kurang memuaskan, maka manajer teknis dan
manajer mutu bersama-sama dengan personil terkait melakukan investigasi untuk
mengevaluasi seluruh sumber daya termasuk penerapan sistem manajemen mutu
laboratorium. Jika diperlukan, laboratorium harus melakukan audit internal dan
tindakan perbaikan untuk setiap hasil uji banding atau uji profisiensi yang
tidak memuaskan (outlier).
2) Asesmen laboratorium oleh
badan akreditasi
Asesmen laboratorium oleh badan akreditasi merupakan proses penilaian
kompetensi laboratorium pengujian dalam rangka mendapatkan pengakuan formal laboratorium dari badan
akreditasi. Bila sertifikat akreditasi diperoleh maka laboratorium telah mampu
memperagakan kemampuannya dalam hal penerapan standar sistem manajemen mutu
sesuai ISO/IEC 17025, secara teknis kompeten untuk pengujian sesuai ruang
lingkup akreditasi, dan mampu menyajikan hasil yang secara teknis absah serta
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pak, untuk pengendalian mutu akurasi, jika kita menggunakan CRM akan diperoleh nilai %T (trueness). Apakah batas keberterimaan untuk %T ditentukan oleh control chart akurasi?
ReplyDeleteTerimakasih sebelumnya
Akurasi dan trueness secara prinsip berbeda, akurasi menggunakan larutan standar yang ditambahkan ke sampel (spiking) kemudian dihitung %Recovery-nya, sedangkan trueness merupakan pengujian CRM yang diperlakukan sebagaimana sampel lalu dihitung prosentase (%) perbandingan antara hasil dengan target (nilai benar CRM). Batas keberterimaan awal dapat gunakan batasan nilai ketidakpastian dalam CRM, atau secara umum gunakan 85% - 115% (untuk satuan mg/L). Jika laboratorium telah memiliki control chart, maka sebaiknya gunakan batasan +/- 3sd (action limit). Semoga bermanfaat.
ReplyDeletePak, laboratorium sudah memiliki control chart, apakah data awal dari hasil control chat itu digunakan seterusnya untuk pengendalian mutu? Atau setiap bulan atau setiap 10 sampel berikutnya bisa digunakan control chat buat bulan setelahnya...
ReplyDeleteData awal control chart digunakan sebagai baseline pembentukan control chart awal hingga manajer teknis memutuskan untuk me-review-nya dan mempersempit batasan +/- 2sd dan +/- 3sd. Control chart yang telah terbentuk dari data awal tersebut digunakan sebagai area plotting saat kita lakukan pengendalian mutu untuk tiap 10 - 20 sampel pengujian rutin berikutnya atau 5% - 10% batch system. Semoga bermanfaat....aamiiin
DeleteAssalamu'alaikum wr wb
ReplyDeletePak ada buku yang direkomendasikan untuk mata kuliah kendali nutu laboratorium klinik? kalo ada judul bukunya apa? karangan siapa?
Terima kasih sebelumnya
Pada prinsipnya pengendalian mutu di laboratorium klinik dan laboratorium lingkungan itu sama saja. Ada buku Statistika Pengendalian Mutu Internal penerbit IPB Press, penulisnya saya sendiri, bisa hubungi via WA di 08121127767
ReplyDelete