Pertimbangan Pengawetan Sampel Lingkungan
Sesaat setelah pengambilan sampel dilakukan, merupakan
suatu hal penting untuk tetap memelihara keutuhan dan memastikan bahwa sampel
tidak terkontaminasi atau mencegah terjadi perubahan. Memelihara integritas dan
menghindari kontaminasi sampel dapat dilakukan dengan menambahkan bahan
pengawet ke dalam sampel sesuai dengan parameter yang akan dianalisis. Bahan
pengawet yang ditambahkan ke dalam sampel dapat menghambat perubahan secara
mikrobiologi, kimia, maupun fisika terhadap parameter yang akan dianalisis
sehingga stabil dalam waktu tertentu.
Meskipun sampel sudah diawetkan, analisis tetap harus
dilakukan sesegera mungkin agar hasilnya mencerminkan keadaan sampel pada waktu
diambil. Pengawetan terhadap sampel lingkungan, khususnya sampel yang bersifat
cair, tidak dapat dilakukan hanya dengan satu jenis pengawet sebab parameter tertentu
memerlukan pengawet tertentu pula. Karena itu, cara pengawetan harus dilakukan
secara khusus sesuai parameter yang akan dianalisis.
Pengawetan dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia,
atau gabungan keduanya. Cara fisika dilakukan dengan mendinginkan sampel pada 30
± 30C, serta menutup rapat wadah sampel sehingga tidak ada pengaruh
dari udara luar. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan bahan kimia tertentu
yang dapat menghambat aktifitas mikrobiologi atau mencegah terjadinya reaksi
kimia. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengawetan cara kimia adalah agar
bahan pengawet yang ditambahkan tidak mengganggu analisis yang akan dilakukan.
Secara umum, berikut ini hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam melakukan pengawetan sampel lingkungan:
1) pengawetan sampel lingkungan harus dilakukan di lapangan
sesaat setelah pengambilan sampel;
2)
hindari percikan atau tumpahan asam. Jika terkena anggota
badan, sesegera mungkin bilas dengan air mengalir kemudian siram dengan larutan
soda kue (NaHCO3 5%) dan netralkan dengan dengan larutan ammonia (NH4OH
5%);
3)
bahan pengawet harus ditambahkan dengan penggunakan pipet
atau botol tetes ke tiap wadah sampel;
4)
bahan pengawet harus merupakan bahan kimia yang mempunyai
kemurnian tinggi (reagent grade atau higher grade chemical);
5) penambahan asam kuat atau basah kuat sebagai bahan
pengawet harus dilakukan pada area terbuka. Apabila terjadi reaksi yang tidak
biasa, maka harus direkam dalam catatan lapangan;
6)
setelah penambahan bahan pengawet, sampel lingkungan
harus dihomogenkan dan harus dilakukan pengecekkan pH. Apabila pH belum
menunjukkan sesuai persyaratan, maka penambahan bahan pengawet dilakukan hingga
memenuhi persyaratan. Pengecekkan pH dan jumlah penambahan bahan pengawet harus
didokumentasikan;
7) penambahan bahan pengawet tidak boleh bersifat
mengencerkan volume sampel, karena itu bahan pengawet harus dalam keadaan
pekat. Dalam prakteknya, penambahan bahan pengawet 1,5 mL – 5 mL asam nitrat
pekat (HNO3) per-liter sampel mengakibatkan pH sampel kurang dari 2;
8) jumlah penambahan bahan pengawet ke dalam sampel
lingkungan harus sama dengan jumlah penambahan ke dalam blanko (blank) yang digunakan sebagai
pengendalian mutu lapangan;
9)
semua bahan pengawet yang digunakan harus disimpan secara
tepat di laboratorium dan harus dipisahkan sesuai karakteristik kimia. Asam
harus disimpan dalam lemari asam (acid-strorage
cabinet) sedangkan pelarut harus disimpan dalam lemari pelarut (solvent-strorage cabinet);
10)
semua bahan pengawet yang dibawa ke lokasi pengambilan
sampel harus disimpan dalam wadah dan hindari terjadinya kebocoran atau
tumpahan serta dipisahkan dari wadah sampel untuk menghindari kontaminasi.
Assalamualaikum,saya mau tanya kenapa kebanyakan sampling air limbah pengawetannya menggunakan HNO3 pak?
ReplyDeleteWass.wr.wb., jika pengambilan sampel logam maka dilakukan pengawetan dengan HNO3, namun tidak semua parameter diawetkan dengan HNO3, misal minyak dan lemak diawetkan dengan H2SO4 dan sianida diawetkan dengan NaOH
ReplyDelete